Masih banyak perusahaan yang belum benar-benar mendefinisikan proses utama dengan jelas apalagi menetapkannya sebagai sebuah proses baku yang standar. Hal ini biasanya tercermin dari banyaknya penjelasan yang bermacam-macam terkait sebuah proses yang sama dari banyak pihak di perusahaan. Sebagai contoh, proses Permintaan Barang yang diterapkan dalam sebuah perusahaan bisa jadi mempunyai banyak varian dalam implementasi pelaksanaannya.
[**Transparansi Proses**](http://pojokprogrammer.net/content/transparansi-proses) – Masih banyak perusahaan yang belum benar-benar mendefinisikan proses utama dengan jelas apalagi menetapkannya sebagai sebuah proses baku yang standar. Hal ini biasanya tercermin dari banyaknya penjelasan yang bermacam-macam terkait sebuah proses yang sama dari banyak pihak di perusahaan.
Sebagai contoh, proses Permintaan Barang yang diterapkan dalam sebuah perusahaan bisa jadi mempunyai banyak varian dalam implementasi pelaksanaannya. Adanya anggapan bahwa yang penting adalah Permintaan Barang dikerjakan, tidak peduli kepada siapa Permintaan Barang tersebut diajukan, melalui prosedur bagaimana, batasan-batasan permintaan, kapan permintaan tersebut harus terpenuhi, dan masih banyak kemungkinan paramater lain yang berhubungan dengan proses Permintaan Barang tersebut.
Tanpa adanya penetapan proses yang baku, maka dapat dipastikan akan terjadi potensi kekacauan ataupun masalah dalam pelaksanaan proses tersebut. Potensi masalah ini akan semakin membesar pada saat eksekusi suatu proses yang melibatkan banyak pihak antar departemen atau divisi, bahkan pihak-pihak eksternal seperti pelanggan, supplier, atau mitra bisnis lainnya.
Beberapa organisasi telah mencoba untuk mendeskripsikan proses mereka ke dalam sebuah dokumen ***Standard Operating Procedure*** (SOP) atau bentuk diagram *flowchart* dengan menggunakan aplikasi Visio. Hal ini dianggap masih lebih baik daripada tidak ada suatu acuan yang baku walaupun sebenarnya tidak cukup untuk menggambarkan proses yang berjalan di perusahaan.
Pendekatan tersebut dikenal dengan arsitektur ***Model-Driven***, yaitu sebuah cara untuk mendokumentasikan sesuatu yang dikerjakan dan mengerjakan apa-apa yang didokumentasikan. ***Model-Driven*** ini mengacu kepada pendokumentasian aktivitas terlebih dahulu, dan selanjutnya menjadikan dokumentasi proses tersebut sebagai referensi untuk menjalankan proses berikutnya secara konsisten. Permasalahan yang sering dihadapi dengan menggunakan arsitektur ini adalah pada saat terjadinya perubahan prosedur atau proses yaitu sering terjadi keterlambatan implementasi sistem.
***Process-Driven*** menawarkan sebuah pendekatan baru dalam mengelola proses bisnis yang dapat diimplementasi lebih mudah oleh perusahaan, mulai dari fase indentifikasi, perencanaan, pemodelan, eksekusi, monitoring, dan perbaikan proses bisnis. Pendekatan ***Process-Driven*** ini dapat menggunakan metode ***Business Process Management*** (BPM) yang sudah mulai banyak diimplementasikan di berbagai perusahaan internasional guna memaksimalkan pengelolaan proses bisnis. Pendefinisian proses dengan menggunakan BPM akan semakin mudah dan transparan.